Rabu, 04 Januari 2012

Cidera dalam sepak bola

Cedera dalam Sepak Bola

E-mail   Email Berita
Cetak  Print Berita
PDF  PDF Berita
Oleh Dino Sefriyanto
Physical Traineer Profesional/Persebaya/Persijatim/Sriwijaya FC/Persib /Persema Malang /Tehnical Advisor PORDA Cianjur

Kompetisi Indonesia Super League (ISL) sudah memasuki putaran kedua. Meski ini bukan menjadi keinginan pelaku sepak bola di Indonesia, dalam partai pertandingan antara PKT Bontang dan Persela Lamongan pada 7 Maret 2009 lalu di Bontang telah terjadi musibah injury langsung.
DALAM laga tersebut, Jumadi Abdi –gelandang terbaik PKT Bontang– mengalami cedera langsung yang kategorinya masuk cedera berat hingga meninggal dunia. Kejadian bermula dari perebutan bola yang dikuasai Jumadi Abdi dengan seorang pemain Persela, Deni Tarkas.
Menurut sumber terpercaya (salah seorang  pemain PKT), ketika bola sudah jauh dari penguasaan Jumadi, salah satu kaki Deni Tarkas mengenai bagian abdominal Jumadi sehingga Jumadi mengalami cedera berat dan mengakibatkan dehidrasi. Lalu, korban dibawa ke rumah sakit dan dilakukan operasi. Diketahui, Jumadi mengalami pecah usus sepanjang 5 cm. Akibat cedera itu, organ vital yang lain tidak berfungsi normal dan mengakibatkan kematian.
Penyebab cedera dalam sepak bola yang terjadi di dunia dan Indonesia khususnya yang berakibat meninggalnya pemain atau mengalami trauma cacat tetap. Pertama, gagal fungsi jantung. Kedua, trauma di organ vital sesaat setelah terjadi benturan seperti benturan pada abdominal, thorax, kepala, saraf pusat spinal cord, dan saraf tepi.
Sedangkan, faktor-faktor yang memengaruhi berat ringan cedera di antaranya besarnya gaya yang menyebabkan cedera. Lalu, kekuatan dan stabilitas tubuh yang terkena cedera  dan bagian tubuh yang terkena cedera.
Sementara, jumah kasus cedera dalam sepak bola yang terjadi di Indonesia dan berakibat pada kematian, antara lain, gagal fungsi jantung setelah benturan kepala yang dialami oleh (alm.) Eri Erianto (Persibaya) tahun 2000. Selain itu, (alm.) Ibrahim Lestaluhu (Barito Putra) yang mengidap leukimia dan tidak terdeteksi setelah sekian tahun mengikuti kompetisi Galatama. Musibah yang baru baru ini menimpa (alm.) Jumadi Abdi, cedera langsung yang mengakibatkan trauma berat seperti yang dialami Boaz Salosa (Persipura), Bima Sakti (Persema), dan Rahmat Affandi (PSMS). Ini juga membuat mereka harus menjalani istirahat selama lebih dari 1 tahun untuk bisa kembali merumput di pentas Liga Indonesia.
Untuk kasus pada sepak bola internasional terjadi 20 kasus (66% gagal jantung dan selebihnya adalah benturan di organ vital). Maka berkaca pada kejadian tersebut, penulis menyarankan kepada pelaku sepak bola nasional untuk menerapkan safety guna menghindari terjadinya cedera pada olahraga. Mengingat kompetisi di Indonesia yang jadwalnya sangat padat dapat memengaruhi recovery pulih asal jantung dan otot pemain. Hai ini menuntut keterbukaan antara klub dan pemain agar prestasi tercapai maksimal dan pemain tetap berada dalam kondisi prima.
Adapun langkah yang harus ditempuh sebagai berikut: (Di luar general medical checkup pada masa periodesasi), pertama, hari menjelang pertandingan dan pagi hari sebelum pertandingan berlangsung ada pemeriksaan denyut nadi istirahat (rest heart rate) 50–70 detak/menit. Angka ini menunjukkan bahwa pemain dalam kondisi fisik dan kesehatan yang stabil dan siap bermain untuk 2 x 45 menit. Bila RHR berada di atas angka tersebut (50–70 detak/menit), misalnya 80–100, ini wajib dikonsultasikan kepada dokter tim apakah pemain tersebut siap bermain untuk 2 x 45 menit terlebih bila yang bersangkutan mengalami kenaikan suhu tubuh dan demam.
Kedua, saat istirahat pertandingan babak pertama, pemain harus menjalani pemeriksaan maksimum heart rate (MHR). Terutama pada pemain yang terakhir melakukan gerakan berlari/aktif. Apabila MHR pemain tersebut berada pada kisaran 130–150 detak/menit, artinya pemain tersebut masih mampu bermain pada 45 menit babak kedua dengan intensitas tinggi. Apabila MHR-nya berada di kisaran lebih dari 150 detak/menit, maka yang bersangkutan harus diobsevasi pada babak kedua untuk menghindari kelelahan berlebihan yang bisa berakibat pada terjadinya cedera berat langsung ataupun tidak langsung, terutama yang berkaitan dengan kerja jantung.
Berikut grafik yang menunjukkan kerja jantung seorang pemain bola dalam pertandingan 2 x 45 menit ditambah perpanjangan waktu 2 x 15 menit plus istirahat.
Dalam menjalankan program latihan fisik pun, pemain harus dilengkapi alat pemeriksa detak jantung. Tujuannya agar sasaran komponen fisik yang dilatih tercapai sesuai dengan rumus training zone (220–usia) untuk menghindari overtraining.  Alat pemeriksa detak jantung yang dimaksud adalah C Triak 35 dan C Triak 3.
Demikianlah sebuah metode pencegahan terjadinya injury pada pertandingan sepak bola dalam skala kompetisi nasional yang notabene menghabiskan biaya miliaran rupiah dan menjadi sebuah harapan besar masyarakat Indonesia atas prestasi sepak bola nasional menuju tingkat yang lebih tinggi. Penulis mengharapkan PSSI dan BLI untuk menerapkan sebuah ketentuan khusus yang mengatur  teknis pertandingan yang bisa menghindarkan pemain dari cedera berat. Seperti, pemain dilarang mengambil bola yang berada pada bagian atas tubuh lawan (bola pada bagian lutut/perut). Ketentuan seperti itu harus dilengkapi sanksi khusus yang dituangkan pada suatu adendum. (*)

Tajuk

Lebih Rendah dari NormalLebih Rendah dari Normal
MOBILITAS masyarakat pada awal 2012 masih rendah. Ini terlihat dari konsumsi BBM di awal tahun yang menyusut signifikan. VP Komunikasi PT...

Podium Rakyat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar